Jumat, 21 September 2012

Gimana kalau gak diterima di perguruan tinggi?



Sudah mati-matian belajar dan berdoa, tapi tetap saja ngga bisa tembus jurusan pilihan di universitas negeri favorit kita. Sedih? Sudah pasti, tapi jangan beranggapan kalau ini adalah akhir dunia. Ingat, perjalanan kamu masih panjang, dan yang kamu tempuh belum juga mulai.

Sekedar informasi perbandingan antara jumlah yang diterima dengan yang mendaftar di sebuah jurusan di universitas negeri adalah 50 : 7.000, atau dari 140 orang pendaftar hanya 1 orang yang keterima, jadi tidak keterima di universitas negeri bukan berarti kamu bodoh akan tetapi karena peluang keterimanya sangatlah kecil. Mungkin juga strategi menjawab kamu waktu itu tidak tepat atau bahkan mungkin ada faktor X seperti pensil kamu kurang hitam atau lembar jawaban kamu terselip pada saat pemeriksaan yang menyebabkan kamu tidak beruntung kali ini.
Ingat pepatah, everything happen for a reason, segala sesuatu terjadi dengan alasannya sendiri. Mungkin kamu harus melalui takdirmu belajar di universitas lain non negeri dan nantinya dapat beasiswa untuk karir yang lebih cemerlang, atau mungkin setelah ini kamu akan diajak jalan-jalan ke luar negeri? Siapa yang tahu. Jalani hidupmu, dan kamu akan tahu jawabannya kenapa kamu tidak lulus SNMPTN. Ada banyak hal yang bisa kamu lakukan ketika kamu mendapati dirimu tidak lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) :
  1. Mencoba lagi tahun depan
    Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Mungkin itulah pepatah yang tepat untuk kamu saat ini. Kalau kamu benar-benar ingin masuk ke jurusan pilihan kamu, ngga ada salahnya untuk mencobanya lagi tahun depan, toh masih ada 2x kesempatan lagi bukan? Supaya usaha berikutnya tidak meleset, maka kamu benar-benar harus mempersiapkan diri kamu dan menyusun strategi yang tepat dalam menjawab dan mempersiapkan diri kamu. Mungkin pilihan studi kamu terlalu tinggi sedangkan kemampuanmu biasa-biasa saja. Kamu harus dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan kamu. Untuk menyiapkan diri kamu dapat mengikuti bimbel, mendatangi psikolog untuk dapat mengenal minat dan bakat diri kamu lebih jauh, dan dapat berkonsultasi tentang jurusan yang cocok untuk kamu. Jangan terlalu memiliki obsesi berlebih, takutnya ketika terjadi sesuatu yang tak diharapkan kamu malah patah semangat tidak mau kuliah. Jika tahun depannya kamu gagal lagi, mungkin saatnya kamu mencoba untuk lebih realistis dan tidak membuang-buang waktu kamu secara percuma. Coba cari universitas lain atau lakukan kegiatan yang dapat menyumbang ilmu dan keterampilan kamu sehingga kamu akan lebih terampil. Jika masih penasaran, coba lagi tahun berikutnya. Saat itu, mungkin kamu sudah tidak terlalu antusias dan punya jalan lain untuk tetap melanjutkan hidup kamu.
  2. Mencari kuliah lain
    Banyak jalan menuju Roma, banyak juga universitas lain yang memiliki jurusan yang sama dengan yang kamu minati. Kamu bisa mendaftar di universitas swasta atau mungkin mengikuti program ekstensi. Kamu harus banyak buka mata dan telinga untuk mengumpulkan informasi dan referensi mengenai jurusan yang kamu minati, standar universitas tersebut dan juga kualitas pendidikannya. Kamu juga bisa mulai belajar mandiri dengan mendaftar di luar kota. Masa depan dan kesempatan bekerja kamu ngga tergantung dengan nama universitas tertentu, tapi lebih kepada peran aktif kamu dalam menjalankan peran sebagai mahasiswa.  
  3. Kalau kamu aktif di perkuliahan, supel, bergabung di organisasi kemahasiswaan, dan tak bosan untuk belajar hal-hal yang baru, serta mendapat banyak networking saat kamu kuliah maka tawaran pekerjaan akan menghampiri kamu baik sebelum atau sesudah kamu lulus nanti, tanpa kamu harus bersusah payah melamar kesana-kesini.
  4. Ikut kursus
    Ingin beristirahat dulu selama setahun sebelum akhirnya mencoba mengikuti tes SNMPTN sekali lagi? Ngapain buang waktu percuma? Coba deh ikuti berbagai kursus menarik yang ngga pernah kamu ikuti sebelumnya. Kursus nyanyi, kursus komputer, kursus bahasa asing atau bahkan mungkin kursus mengemudi? Ngga ada kata mubazir untuk mempelajari sebuah ilmu atau keahlian. Siapa tahu keahlian tersebut dapat berguna bagi kamu di kemudian hari?
  5. Bekerja
    Mencoba untuk bekerja adalah hal yang menantang yang juga patut untuk dicoba. Memang kamu ngga bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dikerjakan oleh lulusan sarjana dan gaji yang akan kamu terima tidak setinggi lulusan sarjana. Tapi dengan mencoba mencari pekerjaan ringan, seperti mungkin pegawai restoran atau mungkin staf administrasi di perusahaan kecil kamu dapat merasakan betapa beratnya tanggung jawab suatu pekerjaan sehingga jika saatnya kamu kuliah nanti kamu tidak akan main-main dalam menjalaninya. Mencoba bekerja juga dapat menghasilkan uang tambahan yang akan berguna untuk kebutuhan kamu selama masa kuliah nanti. Jika nantinya kamu memutuskan untuk bekerja sambil kuliah, jangan sampai kegiatan-kegiatan itu nantinya saling mengganggu satu sama lain.
  6. Jalan-jalan
    Setelah 12 tahun berkutat dengan buku, ngga ada salahnya kalau kamu berlibur sejenak. Kamu bisa mengunjungi kakak kamu yang kuliah di luar kota sembari bertanya-tanya tentang informasi kuliah kampus dia, atau mengunjungi saudara di lain pulau. Disini kamu dapat mengetahui informasi lebih jelas mengenai keadaan suatu kota terlebih jika kamu tertarik untuk kuliah di kota itu nantinya. Tapi jika kamu ingin jalan-jalan pastikan bahwa kamu ngga punya deadline tertentu dalam artian kamu sudah bebas tidak punya tanggungan batasan melamar masuk universitas tertentu atau tes-tes lainnya.
  7. Mengerjakan Hobi
    Kamu yang hobi menulis mungkin dapat menyempatkan diri untuk mengerjakan hobi kamu dan mencoba untuk menghasilkan novel. Atau mungkin kamu yang hobi masak dapat mencoba menghasilkan resep-resep baru selama penantian kamu menunggu SNMPTN tahun depan. Kembangkan bakat diri kamu dan siapa tahu nantinya bakat dan hobi kamu ini dapat menjadi pekerjaan tambahan yang akan memperingan biaya kuliah kamu.
Tidak lulus SNMPTN memang bukan segalanya, tapi juga bukan berarti kamu putus asa dan lantas tak ngapa-ngapain. Ingat bahwa pesatnya globalisasi menuntut kita para generasi muda untuk semakin kompetitif untuk nantinya bersaing dengan Negara lainnya. Kekreatifan dan kerja keras kita dibutuhkan bangsa untuk membangun dan memajukan Negara ini. Kalau tidak begitu mungkin Negara ini akan tertindas oleh Negara lainnya, dan menjadi pintar bukanlah suatu pilihan melainkan keharusan.
Bayangkan jika kamu tak pernah berusaha, maka seumur hidup mungkin kondisi kamu akan begitu-begitu saja dan tidak akan pernah berubah. Jika halangan kamu untuk kuliah terbatas pada faktor finansial, jangan putus asa. Kamu dapat bekerja dan mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membayar tahun pertama kuliah kamu. Ada banyak beasiswa yang bisa kamu peroleh di bangku kuliah yang dapat mengkover semua biaya kuliah termasuk juga biaya hidup kamu. Asalkan kamu berusaha, pasti akan ada jalan untuk mencapainya

Minggu, 02 September 2012

Alasan Masuk Perguruan Tinggi

Tidak ada yang paling didambakan saat ini bagi para pelajar Sekolah Menengah tingkat Atas (SLTA), kecuali jika dapat meneruskan pendidikannya ke tingkat lebih tinggi. Duduk di perguruan tinggi, apalagi jika berhasil memasuki Universitas yang memiliki nama besar dan memiliki sarana lengkap dan tenaga pengajar berkualitas, pasti merupakan dambaan umumnya bagi calon mahasiswa.

Sebelum melangkah memasuki jenjang pendidikan tinggi, kita semua memiliki obsesi. Sejuta harapan digantungkan di sana. Biasanya dengan alasan klasik. Supaya kelak mudah mendapat pekerjaan layak, enak, memberi jaminan karier, terhormat dan mudah melangkah ke kehidupan berprestasi. Ada pula yang hanya sekedar mencari status bagi kepentingan jenjang pekerjaannya dan banyak yang memasuki perguruan tinggi benar-benar sebagai wahana belajar untuk cita-citanya.

Tapi, apakah kita semua sudah menyiapkan diri dan memahami, mengapa kita memasuki perguruan tinggi. Apakah kita sudah siap segalanya untuk mengambil jurusan dengan segala konsekwensinya?

Jangan keliru mengambil jurusan

Kita semua sepakat memasuki perguruan tinggi itu bukan merupakan tujuan akhir dari cita-cita kita. Kita sependapat pula, bahwa perguruan tinggi merupakan wahana dana sarana tempat pendidikan yang cukup mempengaruhi kelanjutan cita-cita kita. Sudah pasti, kita dituntut serius mengikuti bidang studi yang diberikan. Beruntung, bagi mereka yang punya dasar memahami apa yang menjadi sasaran masa depan, tersedia sarana alur atau arah cita-cita dan dalam dirinya memiliki potensi yang sesuai dengan jurusan ilmu yang dipilihnya. Namun, masih banyak di antara kita yang keliru memahami pengertian memasuki perguruan tinggi.
Sebut saja Manto, seorang mahasiswa fakultas dari sebuah Universitas ternama di Jakarta. Manto terobsesi tetangganya yang berhasil bekerja di sebuah perusahaan besar dengan kedudukan sangat baik dan berpenghasilan lumayan. Tetangganya merupakan lulusan fakultas tertentu dari sebuah Universitas negeri yang punya nama. Meskipun tahu, dirinya tidak memiliki dasar potensi dan kesukaan di bidangnya, Manto berusaha keras untuk dapat memasuki Universitas tersebut dan memilih jurusan seperti tetangganya. Ketika di SMA dia rajin memasuki lembaga bimbingan belajar (Bimbel) dan mencari cara agar dapat lulus pada Ujian Nasional dan Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Belajar di sekolahnya justru sering dia abaikan. Beruntung dia lulus dan dapat pula memasuki Universitas yang didambakannya. Namun, ketika dua smeseter duduk di bangku jurusan yang dimaksud, Manto menemui kejenuhan. Hasyrat untuk memperdalam mata kuliah sama-sekali drop.

Manto benar-benar hilang gairah. Dia lebih suka mengunjungi tempat kost kawan-kawannya untuk ngerumpi. Pemikirannya tidak terarah dan tidak lagi terfokus pada ilmu. Buku-buku mahal yang dibelinya sama sekali tidak ditoleh. Dia tak bernafsu membuka buku, apalagi untuk mengunjungi perpustakaan. Padahal, teman sekuliahnya bersemangat. Jika Manto akhirnya sering nangkring di internet, bukanlah untuk mencari data atau hal yang penting bagi perkuliahannya, melainkan sekedar membunuh kejenuhan dengan main games. Lho, apa penyebabnya?

Kesalahan ternyata bukanlah pada perguruan tinggi ataupun staf pengajarnya. Biaya kuliahpun bukan masalah, karena orang tuanya cukup mampu. Rupanya Manto baru tersadar, jurusan yang dipilih sama sekali tak sesuai dengan hasyrat sebenarnya yang ada pada dirinya. Pada akhirnya, dengan segala keterpaksaannya, Manto berusaha meneruskan kuliah. Sayangnya menjadi berlarut. Masa perkuliahannya menjadi panjang. Tak bisa dihindarkan lagi, akhirnya Manto tertendang dari Universitas tersebut alias drop out.

Manto bukanlah satu-satunya mahasiswa yang "tidak beruntung" akibat pemaksaan kehendak. Banyak juga mahasiswa lain akibat harus mengikuti jejak orang tuanya. Kadang sang orang tua kurang sensistif terhadap potensi atau apa yang dikehendaki anaknya. Misalkan orang tua menjadi seorang pengacara yang sukses, anaknya dipaksa untuk mengambil jurusan hukum, meski dia tahu anaknya tidak berbakat di sana.

Terobsesi dengan masa depan yang akan memberikan kemudahan kerja juga sering menjebak sang mahasiswa. Banyak jebolan perguruan tinggi merasa frustasi ketika awal memasuki pekerjaan dia hanya menempati posisi sejajar dengan buruh lain yang hanya lulusan SLTA. Pemikirannya hanya terfokus pada ‘jabatan', dan bukan pada bidang yang wajib dia tekuni. Padahal, banyak pengusaha besar yang menyekolahk ananaknya pada perguruan tinggi di luar negeri. Ketika lulus, anaknya dipekerjakan pada pabrik dengan posisi sejajar dengan buruh paling rendah. Sang anak justru menerima dan sangat sepakat dengan orang tuanya. Tujuannya jelas, agar dia memahami pekerjaan tersebut dari paling bawah hingga kelak jika memimpin perusahaan, akan berhasil memahami semua masalah yang ada. Dia akan menjadi matang sebagai seorang pemimpin perusahaan.

Ada seorang mahasiswa mengaku stress sebelum melangkah. Dia sering mendengar atau membaca berita pada berbagai media, bahwa lapangan pekerjaan semakin sempit dan banyak sarjana yang menganggur. Ketika dia menduduki bangku kuliah, dia kurang focus pada mata kuliah dan hatinyapun bimbang.

Membentuk maindset dalam diri kita

Tidak ada yang dipersalahkan jika semua memiliki cita-cita dan harapan ingin estabilished dalam hidup. Semua orang punya naluri sama. Tidak disangkal pula jika perguruan tinggi menjadi referensi jembatan kesuksesan hidup. Setiap mahasiswa perlu kesiapan mental jika merasa kelak merasa tidak berhasil mencapai apa yang diimpikannya, meski sudah bersusah payah menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Banyak mahasiswa jebolan universitas tertentu cemburu akankesuksesan orang lain yang tidak pernah mengecap pendidikan formal. Ada pula yang stress tidak mendapat pekerjaan yang diharapkan.

Sebaiknya kita mulai berpikir sejak dini. Kita menempatkan potensi diri sebagai dasar untuk mencapai kesusksesan. Cobalah untuk berpikir mencapai kesuksesan itu tidak dengan cara ‘instant'. Namun dengan tahapan ilmu dan ketekunan. Lepas kuliah, tidak ada salahnya berobsesi untuk menciptakan lapangan kerja dan bukan sepenuhnya terobsesi mendapat pekerjaan. Kerennya, kita bercita-cita untuk bisa ‘mengupah' orang lain dan bukan menjadi ‘penerima upah'. Atau ilmu menjadi bagian dari kehidupan kita, sebagai bagian dari pengembangan untuk menuju cita-cita dan tidak dijadikan target keharusan keberhasilan menurut kata orang lain. Maka pemikiran kita menjadi melebar pada hal yang lebih luas dan besar, meski hal itu membutuhkan perjuangan dan keteguhan hati. Ilmu yang diraih di strata pendidikan tinggi dijadikan subyek dan bukan obyek.

Yang sangat lebih penting lagi, kita harus mampu mengukur kemampuan diri. Kemampuan potensi, kemampuan daya pikir maupun yang menyangkut pembiayaan.