MEDAN- Pengakuan mengejutkan diungkapkan seorang warga binaan atau
narapidana (napi) atas kerusuhan dan kebakaran di LP Kelas I A
Tanjunggusta, Medan, Kamis (11/7), lalu. Aksi brutal para napi sudah
direncanakan sebelumnya. Motif utamanya adalah dendamn
terhadap ketidakadilan dan perilaku petugas Lapas.
Fakta itu diungkapkan oleh napi berinisial RN yang melihat langsung awal
kejadian tersebut. RN diwawancara secara eksklusif oleh wartawan Sumut
Pos grup, Sabtu (13/7).
Dia menjelaskan kejadian itu bermula ketika matinya arus listrik dan
tidak adanya persediaan air untuk mandi dan sebagainya. “Sekitar jam 5
sore, kerusuhan mulai memanas. Pada hari itu, dari pagi hari hingga mau
berbuka puasa, air dan listrik mati. Itulah yang membuat emosi para napi
memuncak,” ujarnya
RN juga menceritakan, kerusuhan yang mengakibatkan sejumlah sipir dan
Napi meninggal itu bukan didasari tidak adanya listrik dan air,
melainkan karena dendam yang sudah lama berkarat. Dendam yang dimaksud
dijelaskan RN adalah ketidakadilan dari pihak LP dalam menempatkan dan
memutuskan tahanan bebas bersyarat.
“Di sini (LP Tanjung Gusta, Red) ada bebas bersyarat yang bisa bebas
setelah menjalani separuh dari hukuman kita. Itu diurus langsung oleh
yang bersangkutan. Permasalahannya, banyak para napi mengurus dan
diminta biaya sebesar Rp37 juta. Namun bebas bersyarat tidak juga
diterima. Ibaratnya para napi ditipu dan mengakibatkan dendam. Jadi ini
sudah direncanakan dari dulu,” terangnya.
Masih pengakuan RN, pada saat awal kejadian, dia yang tinggal di lantai
lima mendengar suara berisik dan berteriak dari lantai dua yang
merupakan tempat khusus napi teroris dan tahanan yang akan dihukum mati
serta yang sudah melakukan kejahatan berulang kali.
“Di sana berteriak-teriak dari dalam kamar. Karena jam 5 sore kami sudah
masuk krengkeng. Mulailah didobrak sampai rusak bang. Berkeluaranlah
mereka dan bergabung semua. Selanjutnya turun dan disitulah mulai perang
bang,” terangnya.
Saat ratusan napi sudah berada di halaman, terang RN, mereka melempari
penjaga dengan batu yang ada dan merusaki sarana Lapas. Sebagian napi
memanjat dan membakar bagian mercusuar dan ruangan lainnya termasuk
ruangan penjagaan.
“Perang batu di sana bang waktu itu, banyak penjaga tapi tidak mungkin
bisa melawan. Karena jumlah napi di sini ribuan orang. Berlarian semua
penjaga. Ada yang keluar, ada yang sembunyi dan ada yang masuk ke dalam
ruangan. Semua ruangan dilempari pakai batu dan kayu bang. Aku melihat
itu langsung. Aku di belakang mereka yang berperang,” terangnya.
Ditanya mengenai cara pembakaran LP tersebut, TN mengatakan kalau
pembakaran itu dilakukan tanpa menggunakan bahan bakar seperti bensin
dan lainnya. Dia mengisahkan pembakaran tersebut dilakukan secara manual
dengan menggunakan mancis dan kayu yang sudah terbakar. Selain itu,
media pembakaran agar api mudah menyala, terang RN, para napi tersebut
menggunakan kertas dan plastik yang ada di sasa.
“Pakai plastik, kertas dan kain bang. Semua dibakar. Itu semua karena
dendam bang. Tidak adanya keadilan untuk bebas bersyarat itu bang,”
terangnya.
Sipir Tewas, Bukan Unsur Sengaja
RN megatakan. Tewasnya beberapa sipir bukanlah unsur kesengajaan atau
adanya penyekapan seperti yang dikabarkan beberapa media. RN memastikan
tewas terpanggangnya para Sipir tersebut tanpa sepengetahuan dan rencana
oleh para Napi.
“Para penjaga sembunyi di ruangan itu bang. Itu dilimepari dan dibakar.
Tidak ada yang tahu mereka sembunyi. Setelah pagi dan api sudah padam,
barulah tahu ada yang mati terpanggang bang. Tidak ada penyekapan dan
penahanan. Penjaga LP itu yang sembunyi. Mungkin karena api sudah besar
dan ruangan tetap dilempar, mereka (Sipir yang menjadi korban,” bingung
mau pergi kemana,” terangnya.
Mengenai jumlah napi yang kabur, RN mengatakan , sepengetahuannya,
ada sekitar seratusan orang yang diantaranya empat orang Napi Teroris.
Sementara dia meastikan kalau rekannya yang juga dipindahkan dari Lapas
Klasa II A Pematangsiantar turut kabur.
“Ada kawanku yang dipindahkan dari Siantar ikut melarikan diri. Namanya
Endra umurnya 27 tahun dan orangnya pincang. Terus ada kudengar kalau
seorang Napi Teroris tewas kena tembak waktu mau melarikan diri,”
akunya.
Usai keributan itu, RN yang bekerja sebagai petugas memasak makanan di
LP Tanjunggustaitu mengatakan kalau mereka enggan menerima polisi masuk
ke dalam LP. Pasalnya, RN mengatakan kalau rekannya sesama napi sangat
membenci polis.
“Polisi itu arogan dan mau menjebak orang sehingga masuk penjara dan
jadi napi. Banyak yang sudah merasakan. Selain itu, mungkin karena
polisi yang menangkap dan menyiksa mereka waktu diperiksa. Aku saja
pernah jadi korban penyiksaan,” kisahnya.
Hingga sampai saat ini, papar RN, para napi hanya memperbolehkan pihak
TNI yang masuk ke dalam Lapas. Mereka bekerjasama memperbaiki ronsokan
bangunan dan menyusun semua yang telah berantakan.
“Kami sama TNI kerja sama. Kami di sini memperbaiki dan membereskan bangunan yang terbakar ini,” akunya.
Penghapusan PP 99/2012
Akibat kejadian itu, RN mengatakan bahwa para napi meminta agar PP No.
99/2012 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 1999, yang hanya mengubah ketentuan Pasal 34 tentang tata cara
mendapatkan remisi, Pasal 36 tentang tata cara mendapatkan asimilasi,
Pasal 39 tentang pencabutan asimilasi, dan Pasal 43 tentang Pembebasan
Bersyarat dihapuskan.
Karena itu, terang RN, peraturan tersebut hanya memberatkan para napi yang tidak memiliki uang atau miskin.
“Banyak kawan yang mengeluh kalau peraturan itu yang saya tidak tahu
isinya, hanya menguntungkan napi yang punya duit. Sementara kami yang
tidak punya duit tidak bisa kasih. Padahal banyak yang sudah bayar Rp3
Juta tapi permohonannnya tidak dikabulkan. Yang banyak uang yang
dikabulkan. Itu ang membuat napi di sini dendam,” pungkasnya.
Sementara itu, salah seorang warga binaan atau Narapidana (napi) yang
sempat dikabarkan kabur adalah Erwin Siahaan, narapidana yang divonis 17
tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Siantar terkait kasus
perampokan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain sesuai Pasal
365 KUHPidana.
Dalam percakapannya dengan wartawan koran ini, Erwin berkata, dirinya
tak lari atau kabur seperti diberitakan media. “Buat apa saya lari, cuma
mempersulit diri. Akhirnya terbukti banyak kawan yang kembali lagi. Ada
pulang sendiri, ada juga yang ditangkap kembali,” ujarnya.
Ditanya perkiraan jumlah napi yang berhasil kabur, pria yang kerap
disapa Erwin itu mengatakan ada ratusan orang yang terdiri atas beberapa
kelompok.
“Sewaktu pintu didobrak, ada yang lari. Jumlahnya sekitar ratusan orang.
Mereka lari dari pintu depan. Saya hanya memantau dari lantai 5,”
ujarnya sembari menginformasikan selnya terletak di lantai 5.
Pelarian pertama, terang Erwin, berhasil dilakukan kelompok pertama yang
berjumlah ratusan orang, sedangkan pada kesempatan berikutnya, napi
sulit kabur karena pintu sudah dijaga ketat oleh pihak kepolisian
bersenjata lengkap.
“Sekitar jam 5 sore kejadiannya itu. Di situ masih mulai rusuh. Beberapa
menit kemudian terjadi perang batu. Nah, di situlah para napi
berlarian,” terangnya.
Dalam telepon yang berdurasi sekira 30 menit itu, terdengar suara
berisik layaknya keramaian beberapa kali terdengar suara benturan kayu
dan barang-barang lainnya. Selain itu juga terdengar suara beberapa
orang yang sedang bekerja sama dan saling suruh menyuruh.
“Sudah mau makan siang, ayo apel, apel siang. Baris, nanti lagi
dilanjutkan,” ujar seorang pria dari seberang telepon. ‘’Sudah dulu ya
Bos, di sini aku lagi bantu-bantu tentara bersihkan penjara ini. Kami
mau apel siang,” pungkasnya