BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia
untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan,
ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati
atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa,
manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata
krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala
bentuk masyarakat. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi
menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah
sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan
integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus
adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan
seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk
mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahasa-bahasa daerah atau minoritas adalah bahasa-bahasa yang:
1) Secara tradisional digunakan dalam wilayah suatu negara, oleh
warga negara dari negara tersebut, yang secara numerik membentuk
kelompok yang lebih kecil dari populasi lainnya di negara tersebut; dan
2) Berbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-bahasa resmi) dari negara tersebut.
Betapa pentingnya sebuah bahasa dalam kebudayaan hingga setiap daerah
memiliki gaya bahasa yang berbeda-beda. Salah satunya adalah penggunaan
bahasa Sunda (Jawa Barat) adalah salah satu dari sekian bahasa daerah
yang ada di Indonesia. Tetapi saat ini generasi muda sudah mulai terasa
sedikit demi sedikit menghilangkan kebiasaan berbahasa sunda, hilangnya
kebiasaan berbahasa Sunda di kalangan generasi muda tidak terlepas dari
peran orang tua. Karena, banyak para orang tua yang tidak lagi
membiasakan berbahasa Sunda kepada anak-anaknya. Selain itu, pengaruh
budaya asing yang masuk melalui televisi dan internet turut berperan
mengikis kebiasaan berbahasa Sunda. Pengaruh budaya asing pun telah
membangun paradigma baru yang mengesankan bahasa daerah sebagai bahasa
tertinggal. Hal itu terjadi terutama di kota-kota besar dan ramai.
Bahasa merupakan salah satu unsur dari budaya, jika bahasanya sudah
mulai punah pasti kebudayaannya jauh lebih dahulu punah. Mengembangkan
dan melestarikan kebudayaan tradisional, salah satunya harus dimulai
dari bahasa. Sebab penggunaan bahasa Sunda di kalangan masyarakat Jawa
Barat sudah mulai ditinggalkan. Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), budaya Sunda merupakan salah satu etnis
yang laju penggerusannya paling cepat kedua setelah etnis Betawi. Hal
ini sangat mengkhawatirkan.
Selain unsur bahasa, salah satu unsur yang penting dalam sebuah
budaya adalah adalah unsur kesenian. Kesenian mengacu pada nilai
keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan
keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk
yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak
kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang
kompleks.
Masyarakat Sunda begitu gemar akan kesenian, sehingga banyak terdapat berbagai jenis kesenian, diantaranya seperti :
1. Seni tari : tari topeng, tari merak, tari sisingaan dan tari jaipong.
2. Seni suara dan musik :
a. Degung (semacam orkestra) : menggunakan gendang, gong, saron, kecapi, dll.
b. Salah satu lagu daerah Sunda antara lain yaitu Bubuy bulan, Es lilin, Manuk dadali, Tokecang dan Warung pojok.
3. Wayang golek
4. Senjata tradisional yaitu kujang, dll.
Kesenian saat ini juga sudah mulai terkikis, sudah banyak para
generasi muda yang lambat laun meninggalkan kesenian tradisional daerah.
Sehingga perlu pengetahuan dan pelestarian agar kesenian daerah tidak
menghilangkan salah satu dari unsur kebudayaan.
1.2 Fenomena
Fenomena yang terjadi pada masyarakat khususnya para generasi muda
adalah kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya berbahasa daerah
(bahasa Sunda) yang diikuti dengan kurangnya orang tua menanamkan nilai
budaya berbahasa daerah (bahasa Sunda) didalam kehidupan sehari-hari dan
pengaruh budaya asing yang masuk melalui televisi dan internet.
Sehingga para generasi muda tidak lagi mementingkan bahasa daerah.
Penggunaan Bahasa Indonesia pun tidak lagi menggunakan Bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
Begitu pula dengan kesenian, adanya modernisasi membuat
kesenian-kesenian tradisional mulai tidak menarik bagi generasi muda.
Para generasi muda lebih senang bermain Band dengan alat-alat musik yang
lebih modern dibandingkan dengan bermain alat musik tradisional yang
masih berbahan baku kayu ataupun bambu. Kini kesenian tradisional hanya
ada di beberapa acara-acara besar, tidak lagi sesering dahulu selalu ada
dalam kegiatan-kegiatan adat. Bahasa dan kesenian pun semakin akan
hilang ketika para generasi muda tidak lagi mengetahui dan melestarikan
bahasa dan kesenian sebagai kebudayaan daerah (Sunda) atau kebudayaan
bangsa.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran Pengaruh
Pengetahuan Bahasa dan Kesenian terhadap Upaya Melestarikan Bahasa dan
Kesenian Kebudayaan Sunda pada Generasi Muda dan untuk mengetahui dampak
Pengaruh Pengetahuan Bahasa dan Kesenian terhadap Upaya Melestarikan
Kebudayaan Sunda pada Generasi Muda.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebudayaan Sunda
A. Sejarah Suku Sunda
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau
Jawa, Indonesia, yang mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa
Barat. Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia, setelah
etnis Jawa. Sekurang-kurangnya 15,41% penduduk Indonesia merupakan orang
Sunda. Mayoritas orang Sunda beragama Islam. Namun dalam kehidupan
sehari-hari, masih banyak masyarakat yang mempercayai kekuatan-kekuatan
supranatural, yang berasal dari kebudayaan animisme dan Hindu.
Jati diri yang mempersatukan orang Sunda adalah bahasanya dan
budayanya. Orang Sunda dikenal memiliki sifat optimistis, ramah, sopan,
dan riang, akan tetapi mereka dapat bersifat pemalu dan terlalu perasa
secara emosional. Karakter orang Sunda seringkali ditampilkan melalui
tokoh populer dalam kebudayaan Sunda; Kabay danan Cepot. Mereka bersifat
riang, suka bercanda, dan banyak akal, tetapi seringkali nakal.
Secara Etimologi Sunda berasal dari kata Su yang berarti segala
sesuatu yang mengandung unsur kebaikan. Orang Sunda meyakini bahwa
memiliki etos atau karakter Kasundaan, sebagai jalan menuju keutamaan
hidup. Karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (cerdas). Karakter ini telah dijalankan oleh masyarakat yang bermukim di Jawa bagian barat sejak zaman Kerajaan Salakanagara.
Nama Sunda mulai digunakan oleh raja Purnawarman pada tahun 397 untuk
menyebut ibukota Kerajaan Tarumanegara yang didirikannya. Untuk
mengembalikan pamor Tarumanagara yang semakin menurun, pada tahun 670,
Tarusbawa, penguasa Tarumanagara yang ke-13, mengganti nama Tarumanagara
menjadi Kerajaan Sunda. Kemudian peristiwa ini dijadikan alasan oleh
Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa.
Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa
menerima tuntutan raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah
menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan
Sungai Citarum sebagai batasnya.
B. Unsur-unsur Budaya Sunda
1. BAHASA
Bahasa Sunda juga mengenal tingkatan dalam bahasa, yaitu unda-usuk
bahasa untuk membedakan golongan usia dan status sosial antara lain
yaitu :
1) Bahasa Sunda lemes (halus) yaitu dipergunakan untuk berbicara dengan orang tua, orang yang dituakan atau disegani.
2) Bahasa Sunda sedang yaitu digunakan antara orang yang setaraf, baik usia maupun status sosialnya.
3) Bahasa Sunda kasar yaitu digunakan oleh atasan kepada bawahan, atau kepada orang yang status sosialnya lebih rendah.
Namun demikian, di Serang, dan Cilegon, bahasa Banyumasan (bahasa
Jawa tingkatan kasar) digunakan oleh etnik pendatang dari Jawa.
2. RELIGI
Sebagain besar masyarakat suku Sunda menganut agama Islam, namun ada
pula yang beragama kristen, Hindu, Budha, dll. Mereka itu tergolong
pemeluk agama yang taat, karena bagi mereka kewajiban beribadah adalah
prioritas utama. Contohnya dalam menjalankan ibadah puasa, sholat lima
waktu, serta berhaji bagi yang mampu. Mereka juga masih mempercayai
adanya kekuatan gaib. Terdapat juga adanya upacara-upacara yang
berhubungan dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup, mendirikan
rumah, menanam padi, dan lain-lainnya.
3. TEKNOLOGI
Hasil-hasil teknologi terkini sangat mudah didapatkan seperti
alat-alat yang digunakan untuk pertanian yang dasa jaman dulu masih
menggunakan alat-alat tradisional, kini sekarang telah berubah
menggunakan alat-alat modern, seperti traktor dan mesin penggiling padi.
Disamping itu juga sudah terdapat alat-alat telekomunikasi dan barang
elektronik modern.
4. MATA PENCAHARIAN
Mata pencaharian pokok masyarakat Sunda adalah
1) Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet, dan kina.
2) Bidang pertanian, seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran.
3) Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau.
Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin, dan peternak.
5. ORGANISASI SOSIAL
Sistem kekerabatan yang digunakan adalah sistem kekerabatan parental
atau bilateral, yaitu mengikuti garis keturunan kedua belh phak orang
tua. Pada saat menikah, orang Sunda tidak ada keharusan menikah dengan
keturunan tertentu asal tidak melanggar ketentuan agama. Setelah
menikah, pengantin baru bisa tinggal ditempat kediaman istri atau suami,
tetapi pada umumnya mereka memilih tinggal ditempat baru atau neolokal.
Dilihat dari sudut ego, orang Sunda mengenal istilh tujuh generasi
keatas dan tujuh generasi ke bawah, antara lain yaitu :
Tujuh generasi keatas : Kolot, Embah, Buyut, Bao, Janggawareng,
Udeg-udeg, Gantung siwur. Tujuh generasi kebawah : Anak, Incu, Buyut,
Bao, Janggawareng, Udeg-udeg, Gantung siwur.
6. SISTEM PENGETAHUAN
Fasilitas yang cukup memadai dalam bidang pengetahuan maupun
informasi memudahkan masyarakat dalam memilih institusi pendidikan yang
akan mereka masuki dalam berbagai jenjang. Seperti pada permulaan masa
kemerdekaa di Jawa Barat terdapat 358.000 murid sekolah dasar, kemudian
pada tahun 1965 bertambah menjadi 2.306.164 murid sekolah dasar. Jadi
berarti mengalami kenaikan sebanyak 544%. Pada saat ini pada era ke- 20
disetiap ibukota kabupaten telah tersedia universitas-universitas,
fakultas-fakultas, dan cabang-cabang universitas.
7. KESENIAN
Masyarakat Sunda begitu gemar akan kesenian, sehingga banyak terdapat berbagai jenis kesenian, diantaranya seperti :
1) Seni tari : tari topeng, tari merak, tari sisingaan dan tari jaipong.
2) Seni suara dan musik :
a. Degung (semacam orkestra) : menggunakan gendang, gong, saron, kecapi, dll.
b. Salah satu lagu daerah Sunda antara lain yaitu Bubuy bulan, Es lilin, Manuk dadali.
3) Wayang golek.
4) Senjata tradisional yaitu kujang.
C. Bahasa Sunda
1. Variasi dalam bahasa Sunda
Bahasa Sunda adalah sebuah bahasa dari cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia.
Bahasa ini dituturkan oleh sekitar 27 juta orang dan merupakan bahasa
dengan penutur terbanyak kedua di Indonesia setelah Bahasa Jawa. Bahasa
Sunda dituturkan di sebagian besar provinsi Jawa Barat (kecuali kawasan
pantura yang merupakan daerah tujuan urbanisasi di mana penutur bahasa
ini semakin berkurang), melebar hingga batas Kali Pemali (Cipamali) di
wilayah Brebes dan Majenang, Cilacap Jawa Tengah, dan di kawasan selatan
provinsi Banten.
Dari segi linguistik, bersama bahasa Baduy, bahasa Sunda membentuk
suatu rumpun bahasa Sunda yang dimasukkan ke dalam rumpun bahasa
Melayu-Sumbawa.
Dalam percakapan sehari-hari, etnis Sunda banyak menggunakan bahasa
Sunda. Namun kini telah banyak masyarakat Sunda terutama yang tinggal di
perkotaan tidak lagi menggunakan bahasa tersebut dalam bertutur kata.
Seperti yang terjadi di pusat-pusat keramaian kota Bandung dan Bogor,
dimana banyak masyarakat yang tidak lagi menggunakan bahasa Sunda.
Ada beberapa dialek dalam bahasa Sunda, antara lain dialek
Sunda-Banten, dialek Sunda-Bogor, dialek Sunda-Priangan, dialek
Sunda-Jawa, dan beberapa dialek lainnya yang telah bercampur baur dengan
bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Karena pengaruh budaya Jawa pada masa
kekuasaan Kerajaan Mataram Islam, bahasa Sunda – terutama dialek Sunda
Priangan – mengenal beberapa tingkatan berbahasa, mulai dari bahasa
halus, bahasa loma/lancaran, hingga bahasa kasar. Namun di
wilayah-wilayah pedesaan dan mayoritas daerah Banten, bahasa Sunda loma
tetap dominan.
Dialek (basa wewengkon) bahasa Sunda beragam, mulai dari dialek
Sunda-Banten, hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur
bahasa Jawa. Para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek yang
berbeda. Dialek-dialek ini adalah Dialek Barat, Dialek Utara, Dialek
Selatan, Dialek Tengah Timur, Dialek Timur Laut, Dialek Tenggara.
Dialek Barat dipertuturkan di daerah Banten selatan. Dialek Utara
mencakup daerah Sunda utara termasuk kota Bogor dan beberapa bagian
Pantura. Lalu dialek Selatan adalah dialek Priangan yang mencakup kota
Bandung dan sekitarnya. Sementara itu dialek Tengah Timur adalah dialek
di sekitar Majalengka. Dialek Timur Laut adalah dialek di sekitar
Kuningan, dialek ini juga dipertuturkan di beberapa bagian Brebes, Jawa
Tengah. Dan akhirnya dialek Tenggara adalah dialek sekitar Ciamis.
Bahasa Sunda Kuna adalah bentuk bahasa Sunda yang ditemukan pada
beberapa catatan tertulis, baik di batu (prasasti) maupun lembaran daun
kering (lontar). Tidak diketahui apakah bahasa ini adalah dialek
tersendiri atau merupakan bentuk yang menjadi pendahulu bahasa Sunda
modern. Sedikitnya literatur berbahasa Sunda menyulitkan kajian linguistik varian bahasa ini.
2. Sejarah dan penyebaran
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di
daerah yang dijuluki Tatar Sunda. Namun demikian, bahasa Sunda juga
dipertuturkan di bagian barat Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Brebes
dan Cilacap. Banyak nama-nama tempat di Cilacap yang masih merupakan
nama Sunda dan bukan nama Jawa seperti Kecamatan Dayeuhluhur, Cimanggu,
dan sebagainya. Ironisnya, nama Cilacap banyak yang menentang bahwa ini
merupakan nama Sunda. Mereka berpendapat bahwa nama ini merupakan nama
Jawa yang “disundakan”, sebab pada abad ke-19 nama ini seringkali
ditulis sebagai “Clacap”.
Selain itu menurut beberapa pakar bahasa Sunda sampai sekitar abad
ke-6 wilayah penuturannya sampai di sekitar Dataran Tinggi Dieng di Jawa
Tengah, berdasarkan nama “Dieng” yang dianggap sebagai nama Sunda (asal
kata dihyang yang merupakan kata bahasa Sunda Kuna). Seiring mobilisasi
warga suku Sunda, penutur bahasa ini kian menyebar. Misalnya, di
Lampung, di Jambi, Riau dan Kalimantan Selatan banyak sekali, warga
Sunda menetap di daerah baru tersebut.
3. Fonologi
Saat ini Bahasa Sunda ditulis dengan Abjad Latin dan sangat fonetis.
Ada lima suara vokal murni (a, é, i, o, u), dua vokal netral, (e (pepet)
dan eu (ɤ), dan tidak ada diftong. Fonem konsonannya ditulis dengan
huruf p, b, t, d, k, g, c, j, h, ng, ny, m, n, s, w, l, r, dan y.
Konsonan lain yang aslinya muncul dari bahasa Indonesia diubah
menjadi konsonan utama: f -> p, v -> p, sy -> s, sh -> s, z
-> j, and kh -> h.
Berikut adalah fonem dari bahasa Sunda dalam bentuk tabel. Pertama vokal disajikan. (Silahkan isi sesuai keinginan)
Vokal
|
Depan
|
Madya
|
Belakang
|
Tertutup | iː | uː | |
Tengah | e | ə | o |
Hampir Terbuka | (ɛ) | ɤ | (ɔ) |
Terbuka | a |
Dan di bawah ini adalah tabel konsonan.
Bibir
|
Gigi
|
Langit2 keras
|
Langit2 lunak
|
Celah suara | |
Sengau | m | n | ɲ | ŋ | |
Letap
|
p b | t d | c ɟ | k g | ʔ |
Desis
|
s | h | |||
Getar/Sisi
|
l r | ||||
Hampiran | w | j |
4. Perbedaan dengan Bahasa Sunda di Banten
Bahasa Sunda yang berada di Banten, serta yang berada di daerah
Priangan (Garut, Tasikmalaya, Bandung, dll.) memiliki beberapa
perbedaan. Mulai dari dialek pengucapannya, sampai beberapa perbedaan
pada kata-katanya. Bahasa Sunda di Banten juga umumnya tidak mengenal
tingkatan, Bahasa Sunda tersebut masih terlihat memiliki hubungan erat
dengan bahasa Sunda Kuna. Namun oleh mayoritas orang-orang yang
berbahasa Sunda yang memiliki tingkatan (Priangan), Bahasa Sunda Banten
(Rangkasbitung, Pandeglang) digolongkan sebagai bahasa Sunda kasar.
Namun secara prakteknya, Bahasa Sunda Banten digolongkan sebagai Bahasa
Sunda dialek Barat. Pengucapan bahasa Sunda di Banten umumnya berada di
daerah Selatan Banten (Lebak, Pandeglang). Berikut beberapa contoh
perbedaannya:
Ketika sedang berpendapat:
Sunda Banten (Rangkasbitung): “Jeuuuh aing mah embung jasa jadi doang jelma nu kedul!”
Sunda Priangan: “Ah abdi mah alim janten jalmi nu pangedulan teh!”
Bahasa Indonesia: “Wah saya sangat tidak mau menjadi orang yang malas!”
Ketika mengajak kerabat untuk makan (misalkan nama kerabat adalah Eka) :
Sunda Banten (Rangkasbitung): “Teh Eka, maneh arek hakan teu?”
Sunda Priangan: “Teh Eka, badé tuang heula?”
Bahasa Indonesia: “(Kak) Eka, mau makan tidak?”
Ketika sedang berbelanja:
Sunda Banten (Rangkasbitung): “Lamun ieu dangdeur na sabarahaan mang? Tong mahal jasa.”
Sunda Priangan: “Dupi ieu sampeu sabarahaan mang? Teu kénging awis teuing nya”
Bahasa Indonesia: “Kalau (ini) harga singkongnya berapa bang? Jangan kemahalan.”
Ketika sedang menunjuk:
Sunda Banten (Rangkasbitung): “Eta diditu maranehna orok aing”
Sunda Priangan: ” Eta palih ditu réréncangan abdi. “
Bahasa Indonesia: “Mereka semua (di sana) adalah teman saya”
Meski berbeda pengucapan dan kalimat, namun bukan berarti beda
bahasa, hanya berbeda dialek. Berbeda halnya dengan bahasa Sunda
Priangan yang telah terpengaruh dari kerajaan Mataram. Hal itu yang
menyebabkan bahasa Sunda Priangan, memiliki beberapa tingakatan.
Sementara bahasa Sunda Banten, tidak memiliki tingkatan. Penutur aktif
bahasa Sunda Banten saat ini, contohnya adalah orang-orang Sunda yang
tinggal di daerah Banten bagian selatan (Pandeglang, Lebak). Sementara
masyarakat tradisional pengguna dialek ini adalah suku Baduy di
Kabupaten Lebak.
Sementara wilayah Utara Banten, seperti Serang, umumnya menggunakan
bahasa campuran (multi-bilingual) antara bahasa Sunda dan Jawa.
D. Kesenian Sunda
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari
ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata
ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi,
manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana
hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
- Seni Tari
a. TARI JAIPONGAN
Tanah Sunda (Priangan) dikenal memiliki aneka budaya yang unik dan
menarik, Jaipongan adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari
daerah ini. Jaipongan atau Tari Jaipong sebetulnya merupakan tarian yang
sudah moderen karena merupakan modifikasi atau pengembangan dari tari
tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu. Tari Jaipong ini dibawakan
dengan iringan musik yang khas pula, yaitu Degung. Musik ini merupakan
kumpulan beragam alat musik seperti Kendang, Go’ong, Saron, Kacapi, dsb.
Degung bisa diibaratkan ‘Orkestra’ dalam musik Eropa/Amerika. Ciri khas
dari Tari Jaipong ini adalah musiknya yang menghentak, dimana alat
musik kendang terdengar paling menonjol selama mengiringi tarian. Tarian
ini biasanya dibawakan oleh seorang, berpasangan atau berkelompok.
Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering dipentaskan pada acara-acara
hiburan, selamatan atau pesta pernikahan.
b. TARI MERAK
Merak yaitu binatang sebesar ayam, bulunya halus dan dikepalanya
memiliki seperti mahkota. Kehidupan merak yang selalu mengembangkan bulu
ekornya agar menarik burung merak wanita meninspirasikan R. Tjetje
Somantri untuk membuat tari Merak ini.
Dalam pertunjukannya, ciri bahwa itu adalah terlihat dari pakaian
yang dipakai penarinya memiliki motif seperti bulu merak. Kain dan
bajunya menggambarkan bentuk dan warna bulu-bulu merak; hijau biru
dan/atau hitam. Ditambah lagi sepasang sayapnya yang melukiskan sayap
atau ekor merak yang sedang dikembangkan. Gambaran merak bakal jelas
dengan memakai mahkota yang dipasang di kepala setiap penarinya.
Tarian ini biasanya ditarikan berbarengan, biasanya tiga penari atau
bisa juga lebih yang masing-masing memiliki fungsi sebagai wanita dan
laki-lakinya. Iringan lagu gendingnya yaitu lagu Macan Ucul biasanya.
Dalam adegan gerakan tertentu terkadang waditra bonang dipukul di bagian
kayunya yang sangat keras sampai terdengar kencang, itu merupakan
bagian gerakan sepasang merak yang sedang bermesraan.
Dari sekian banyaknya tarian yang diciptakan oleh Raden Tjetje
Somantri, mungkin tari Merak ini merupakan tari yang terkenal di
Indonesia dan luar negeri. Tidak heran kalau seniman Bali juga,
diantaranya mahasiswa ASKI Denpasar menciptakan tari Manuk Rawa yang
konsep dan gerakannya hampir mirip dengan tari Merak.
c. TARI TOPENG
Tari Topeng Priangan merupakan buah karya maestro tari Sunda Nugraha
Soradiredja. Dalam Tari Topeng terdapat 5 karakter utama atau lebih
terkenal dengan TOPENG 5 Watakyaitu :
1) Topeng Panji yang menceritakan awal kehidupan manusia, sehingga
topeng yang dipakai berwarna putih bersih dan gerakannya yang lebih
halus dan lembut. Bahkan hampir tidak ada gerakan berjalan.
2) Topeng Samba atau Pamindo lebih lincah dalam gerakan karena lebih menampilkan kisah masa kanak-kanak.
3) Topeng Rumi yang merupakan tarian dengan pase manusia telah
meningkat ke akhir baligh sehingga gerakan yang lincah dan lembut
berbaur menjadi satu.
4) Topeng Patih atau Tumenggung menampilkan sosok manusia dewasa dengan gerakan yang lebih tegas.
5) Topeng Kelana atau Rahwana menggambarkan tentang amarah pada
diri manusia sehingga setiap gerakannya tegas dan memerlukan tenaga
lebih besar dari watak yang lainnya.
Tari topeng juga sering ditarikan dalam bentuk sendratari kecil
selain tari topeng 5 watak ada juga topeng 3 watak yang menceritakan
tentang Rahwana yang ingin mempersunting Dewi Shinta.
Topeng 3 Watak hanya menampilkan 3 watak topeng yaitu Topeng Rumiyang
atau Kencana Wungu sebagai Dewi Shinta yang ditarikan oleh penari
wanita dalam balutan kostum ungu, lalu Topeng Patih dan Topeng Rahwana
yang identik dengan warna merah.
- Seni Musik dan Suara
Selain seni tari, tanah Sunda juga terkenal dengan seni suaranya.
Dalam memainkan Degung biasanya ada seorang penyanyi yang membawakan
lagu-lagu Sunda dengan nada dan alunan yang khas. Penyanyi ini biasanya
seorang wanita yang dinamakan Sinden. Tidak sembarangan orang dapat
menyanyikan lagu yang dibawakan Sinden karena nada dan ritme-nya cukup
sulit untuk ditiru dan dipelajari. Dibawah ini salah salah satu
musik/lagu daerah Sunda : Bubuy Bulan Es Lilin Manuk Dadali Tokecang
Warung Pojok.
- Wayang Golek
Jepang boleh terkenal dengan ‘Boneka Jepangnya’, maka tanah Sunda
terkenal dengan kesenian Wayang Golek-nya. Wayang Golek adalah
pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh
seorang sutradara merangkap pengisi suara yang disebut Dalang. Seorang
Dalang memiliki keahlian dalam menirukan berbagai suara manusia. Seperti
halnya Jaipong, pementasan Wayang Golek diiringi musik Degung lengkap
dengan Sindennya. Wayang Golek biasanya dipentaskan pada acara hiburan,
pesta pernikahan atau acara lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu
pada malam hari (biasanya semalam suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 –
21.00 hingga pukul 04.00 pagi.
Cerita yang dibawakan berkisar pada pergulatan antara kebaikan dan
kejahatan (tokoh baik melawan tokoh jahat). Ceritanya banyak diilhami
oleh budaya Hindu dari India, seperti Ramayana atau Perang Baratayudha.
Tokoh-tokoh dalam cerita mengambil nama-nama dari tanah India. Dalam
Wayang Golek, ada ‘tokoh’ yang sangat dinantikan pementasannya yaitu
kelompok yang dinamakan Purnakawan, seperti Dawala dan Cepot.
Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan tokoh yang selalu
memerankan peran lucu (seperti pelawak) dan sering memancing gelak tawa
penonton. Seorang Dalang yang pintar akan memainkan tokoh tersebut
dengan variasi yang sangat menarik.
- Alat Musik
- CALUNG
Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe dari
angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara
digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan mepukul batang (wilahan,
bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras
(tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan
calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang
dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
- ANGKLUNG
Angklung adalah sebuah alat atau waditra kesenian yang terbuat dari
bambu khusus yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun 1938.
Ketika awal penggunaannya angklung masih sebatas kepentingan kesenian
lokal atau tradisional.
E. Melestarikan Kebudayaan Daerah
Indonesia dengan letak geografis sebagai negara kepulauan memiliki
aneka ragam adat dan budaya daerah yang tersebar merata di seluruh tanah
air. Bentuk geografis kepulauan ini di satu sisi juga perlu diwaspadai
oleh para generasi muda akan pelestarian aneka ragam budayanya.
Bukan hal baru lagi bahwa telah sangat banyak budaya-budaya yang kita
miliki perlahan-lahan diakui secara sepihak oleh negara tetangga. Dan
kita sebagai rakyat Indonesia yang terkenal dengan sikap ramah tamah dan
sopan santun, ternyata hanya bisa mengelus dada. Lagi-lagi kita tak
dapat berkutik. Bahkan ketika pulau kita akhirnya jatuh ke negara
tetangga, kita pun tak dapat berbuat banyak.
Ada beberapa hal konkrit yang dapat kita lakukan untuk mengantisipasi
pencurian kebudayaan daerah Indonesia oleh negara tetangga,
diantaranya:
1. Mengenali dan bangga akan budaya daerah
Penyakit masyarakat kita terkadang tidak bangga dengan produk dan
budaya sendiri. Kita lebih bangga dengan budaya-budaya impor yang
sebenarnya tidak sesuai dengan budaya kita sebagai orang Timur.
Anak-anak kita bahkan terkadang tidak lagi mengenal aneka ragam
budayanya.
Budaya daerah banyak yang hilang dikikis zaman oleh sebab kita
sendiri yang tidak mau mempelajari dan melestarikannya. Alhasil kita
baru bersuara ketika negara lainsukses dan terkenal dengan budaya yang
mereka curi secara diam-diam dari kita.
Sebagai contoh; Anak-anak kecil zaman sekarang saat ditanya soal
mainan, tentu mereka lebih memilih dunia playstation ketimbang mainan
tradisional.
2. Kebijakan pemerintah
Bagaimanapun pemerintah memiliki peran yang cukup strategis dalam
upaya pelestarian kebudayaan daerah di tanah air. Pemerintah harus
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada upaya
pelestarian kebudayaan nasional.
Salah satu kebijakan pemerintah yang pantas didukung adalah penampilan kebudayaan-kebudayaan daerah di setiap even-even akbar nasional. Misalnya tari-tarian, lagu daerah, dan sebagainya.
Semua itu harus dilakukan sebagai upaya pengenalan kepada generasi
muda, bahwa budaya yang ditampilkan itu adalah warisan dari leluhurnya.
Bukan berasal dari negara tetangga.
Demikian juga upaya-upaya melalui jalur formal pendidikan. Masyarakat
harus memahami dan mengetahui berbagai kebudayaan daerah yang kita
miliki. Pemerintah juga dapat lebih memusatkan perhatian pada pendidikan
muatan lokal kebudayaan daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar